“...kerja
keras bagai kuda / dicambuk dan didera / semua itu aku lakukan / untuk mencari
uang / kurasa berat / kurasa berat / beban hidupku...”
(“jemu” di
populerkan oleh: koesplus)
Berbicara pekerjaan, tentunya tidak luput dengan seseorang yang
bernama pekerja. Banyak pekerja dalam dunia kerja sejak era fir’aun di mesir
sampai era digital diperlakukan dengan buruk. Hampir semua pekerja di indonesia
dan mungkin di dunia seringkali berhadapan dengan berbagai masalah
seperti upah minim tentunya, outshourcing,
jam kerja yang panjang, jaminan keselamatan, jaminan kesehatan dll. Kehidupan
para pekerja terkadang selalu bawah ancaman.
Dalam dunia kerja kapitalis, para pekerja dipaksa untuk bekerja dengan imbalan upah. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja, seringkali membayar para pekerja kurang dari nilai pekerjaan yang mereka kerjakan. Sementara itu keuntungan-keuntungan diambil dari dari setiap tetesan keringat para pekerja itu digunakan untuk memperkuat posisi mereka (pemodal) di pasar. Padahal para pekerja itu memiliki hak dan kepentingan bersama untuk mendapatkan bagian lebih besar dari hasil kerjanya. Setidaknya mereka berhak untuk mendapatkan kondisi kerja yang lebih baik.
Membangun kondisi kerja yang lebih baik itu, salah satunya bisa
berarti membebaskan diri dari sistem kerja yang eksploitatif dan dapat
dilakukan dengan menggunakan aksi langsung dari tempat-tempat bekerja. Aksi
langsung adalah salah satu cara yang sangat efektif untuk membangun kondisi
kerja yang lebih baik. Namun keberhasilannya bergantung pada usaha para pekerja untuk
membangun solidaritas sesama pekerja. Tindakan-tindakan sabotase alat-alat
produksi sebagai bentuk perlawanan di tempat kerja dapat dilakukan, sebagai
pelampiasan atau saran refreshing atas kepenatan bekerja. Aksi-aksi semacam ini
dapat membuat anda tetap waras dalam menjalani hari-hari yang buruk di tempat
kerja.