Wednesday, March 28, 2012

raport merah ini


terima kasih,

terima kasih,,


terima kasih,,,


nama saya kartiwa,
dengan hurup kecil di depan,
dan embel-embel kara bayanaka di belakangnya.
perlu dicatat,
sebenarnya saya berterima kasih kepada kalian semua
yang telah mencari-cari kesalahan
dan kekurangan saya.
tapi maaf,
saya belum bisa membalasnya.
biarlah Dzat yang lebih berwenang atas itu.


saya tidak cukup cerdas dan pintar memang,
tapi,
setidaknya saya masih bisa berpikir jernih
ketika harus membedakan mana sendok
dan yang mana garpu.
dan saya tahu betul bersih atau tidaknya tangan saya,
ketika saya akan makan.



Kosan Part I


Malam terasa dingin. Dingin sekali. Semilir angin malam terasa menusuk rongga tubuhku lalu menyentuh relungku. Kemudian membeku. Sekejap kulihat dalam bayangan yang penuh kealpaan, sebuah keluarga sudah lama aku 'tinggalkan'. Disana ada Ayah, Ibu, Kakak dan  aku. Teh hijau, kue kering buatan Ibu dan obrolan tentang masa depan membuat suasana terasa tenang dan nyaman. Dengan senyum mengembang sambil memejamkan mata perlahan aku simpan memori indah itu dalam ingatan. Ah, aku selalu rindu rumah dan kampung kampung halaman.
Terkadang, keadaan selalu tidak bersahabat dengan kenyataan. Nyatanya, sebuah pesan singkat dari ibu kosan membuat lamunanku menjadi buyar. “iwa, besok ibu akan ke kosan”. “Baik Bu”. Aku membalas pesan singkat itu dengan singkat, padat dan jelas. Perasaan cemas menghampiriku ketika aku mengambil dompet di saku celana jeans lusuhku. “Waw, cuma ada lima belas ribu, bagaimana aku membayar sewa kosanku?”. Ah, malam itu aku hanya bersepakat dengan salah satu judul lagu Iwan fals yang berjudul “Entah”. Dan malam itu aku hanya bisa mengakhiri aktifitasku dengan menulis blog, lalu tidur dalam keadaan menahan lapar.
Lucunya, ketika pagi hari dan ibu kosan sudah ada, dia datang bukan untuk menagih uang sewa kosan. Dia datang untuk memberikan undangan pernikahan anaknya. "kalau memungkinkan, ibu dan keluarga jika kalian dapat hadir di acara syukuran pernikahan anak kami". Ucap ibu kosan di sela-sela obrolan. Ah ibu, aku pikir...


Friday, March 2, 2012

Statis

Sudah beberapa hari ini, kereta malam menuju ibukota menjadi sarana transprtasi yang relatif efektif saya gunakan. Menjelang malam, saya meninggalkan kosan. Berjalan beberapa meter kearah jalan raya, lalu menaiki angkutan umum menuju stasiun kereta. Bagi saya selalu ada cerita dalam kereta. Berawal dari mahasiswa sastra yang selalu gagal merangkai kata untuk kekasihnya, karyawan swasta yang menyesali jalan hidupnya, pengusaha kain yang tidak bisa kembali ke kampung halamannya di Sumatera, tentara yang bangga dengan pangkatnya, pegawai negeri yang berambisi jadi jurnalis, pegiat multi level marketing yang berusaha memprospek saya dan masih banyak cerita-cerita lainnya. 

Di setiap perjalanan, bertukar cerita memang menjadi hal yang umum saya lakukan. Hal itu semata-mata untuk menghilangkan kantuk dan rasa jenuh. Hanya saja, di hari kemarin ketika saya pulang ke Bandung, saya tidak mengalami hal itu. Karena saya duduk sendiri. Daripada mati gaya, akhirnya beberapa lagu dari mp3, cukup menghibur saya. Ada satu lagu yang saya putar berulang-ulang waktu itu. Lagu itu mengingatkan akan keadaan saya sekarang ini. Ya, sebuah lagu dari Plastik yang berjudul ‘Statis’.

Namun, keadaan seperti ini jangan terus berlangsung. Seperti seorang kawan bilang, terkadang kenyamanan itu sering kali melenakan. Turun dari kereta, dengan alih-alih berdamai dengan keadaan dan berjabat erat dengan kenyataan, saya pun berusaha merubah ‘statis’ itu menjadi dinamis dan elastis. Ah, gerimis.

Bandung, 1 Maret 2012 ketika menikmati jamuan makan malam di Parkedel Bondon 

- Statis -
Oleh: Plastik.
 
Terbangun di pagi ini
Jalani hari seperti kemarin
Tak pernah ada yang menyenangkan
Lewati hari percuma
Lewati seribu tanda tanya
Seakan hanya berhenti di sini

Terjebak di dalam kemacetan
Bercampur kecewa sejuta manusia
Akankah ada yang bisa menjawab
Dipaksa kebutuhan
Rencana terasa menyiksa
Bisakah bencana ini berakhir

Harus kemana
Harus bagaimana
Lari dari yang diinginkan

Mencoba merubah hari
Mencari-cari jalan yang lain
Ternyata kembali lagi di sini
Apakah harapan cuma ada di mimpi
Tak pernah ada dalam kenyataan
Nyatanya tak pernah aku jumpai

Takkan mungkin berakhir…