Friday, July 29, 2011

Akibat ngopi kala sepertiga malam


Dalam sebuah obrolan kecil diantara kami yang baru saja melepas lelah setelah seharian penuh beraktifitas. Beberapa cangkir kopi tersaji diatas sebuah meja yang sedikit terlihat kurang rapi. Ah, lupakanlah mengenai kerapihan. Ijinkanlah kami untuk sedikit melapas lelah ini. Toh pada akhirnya, besok setelah matahari pagi terbit kita akan segera mengisi hari dengan aktifitas berbeda yang relatif sama. Mengisi waktu luang sebelum kita menutupkan kedua mata ini. Itu pikirku.
Lihat saja temanku yang bernama Nanda. Pemuda tanggung ini lebih asyik selonjoran diatas kursi yang memang nyaman. Ada juga Bobby, pria berbadan besar dan sedikit imut itu sedikit menghibur kami dengan berbagai cerita lucu. Atau obos Nova, begitu panggilannya, yang lebih menikmati untuk mengompori Bobby bercerita lebih lanjut. Dimas nur pun demikian. Menikmati obrolan santai ini dengan mendengarkan dan sesekali bertanya atau mengomentari apa yang sedang kita bicarakan. Saya disini hanya mendengarkan dan memperhatikan kata demi kata yang keluar mulut mereka.
Kata-kata yang masih saya ingat sampai sekarang kurang lebih berbunyi seperti ini “ Jangan harap polisi bisa menangkap para koruptor yang mencuri uang negara, selama mereka masih belum bisa mengurusi kesemrautan lalu lintas”. Sedikit menarik memang untuk dipahami lebih lanjut perkataan dari Dimas Nur ini, seorang kawan yang berasal dari daerah Ponoroga dan pandai dalam merajut kata.
Awalnya kalimat itu tidak saya perhatikan, hanya saja dalam perjalanan pulang menuju kontrakan, bunyi kalimat itu masih membekas dipikiran. Belum lama setelah saya sampai kontrakan seorang kawan bernama Danil, menawarkan saya untuk menikmati secangkir kopi, lagi. Saya pun kembali larut dalam obrolan kecil sebelum memejamkan mata ini. Singkatnya obrolan kecil itu membahas tentang mimpi dan harapan dimasa yang akan datang.
“Jangan harap bisa menyelesaikan hal-hal besar jika setelah bangun tidur kita tidak bisa merapikan kembali tempat tidur kita”. Ah, rasa-rasanya saya merasa mengantuk, wajar, karena waktu menunjukan jam 02.20 Wib. Kemudian saya memilih untuk tidur duluan malam itu. Lampu saya matikan, komputer dinyalakan dan lagu dari Agus Rukmana yang berada di playlist di dendangkan. Klik, mata pun terpejamkan.
Sial, rupa-rupanya bunyi percikan air mancur dalam akuarium, alunan kecapi suling dan rebab beserta dua kalimat diparagrap sebelumnya membuat saya terbangun. Saya pun beranjak dari kasur menuju dapur kemudian menyeduh kopi hitam lagi, ini ngawur. Kemudian memasuki kamar yang memang berantakan, bertemankan secangkir kopi dan beberapa batang rokok, melihat komputer yang masih menyala, saya putuskan untuk menulis. Walaupun saya masih belum mengetahui apa yang akan saya tulis.
“Allohu Akbar Allohu Akbar.....” Oh tidak ini sudah jam 04.28 Wib. Waktunya shalat shubuh, dan saya masih belum menulis apa yang akan saya tulis. Hampir setengah jam waktu yang di sia-siakan di depan komputer ini. Dilematis.
Menyadari waktu ini sudah terbuang cukup lama akhirnya, malam itu saya hanya bisa menuliskan, “Tuhan, jika waktu yang Engkau sediakan aku sia-siakan,  apakah ini akan menghambatku menjadi wisudawan? Sementara berbagai ‘jalan’ harus aku lalui untuk mendapatkan ‘keduniawian’ sebagai ‘ongkos’ menjadi wisudawan. Nanti pagi adalah harapan dan jawaban. Tapi sebelumnya saya harus menghadapai kenyataan, jika mata ini harus saya pejamkan. Selamat malam.

Tuesday, July 19, 2011

antara cowok tomboy, astri ivo & sms


Malam itu, tidak biasa dan luar biasa bersenggama menjadi sesuatu yang biasa. Hehehehe, biasanya saya berpergian mengendarai vespa, karena tiga dan lain hal saya memilih untuk menggunakan jasa angkutan umum. Biasanya ujang koim menyebut itu dengan kata angkot. Dan malam itu saya menaiki angkot  bersama simanehna (semacam penyejuk hati gitu deh J).
Seingat saya, di dalam angkot itu ada sepuluh orang waras ditambah seorang supir yang sedikit mengantuk. Saya yang sedari awal naik angkot  kebagian duduk di depan pintu masuk. Banyaknya penumpang, membuat saya merasa sedikit gerah. Dan semakin gerah ketika di pantatin oleh penumpang yang merasa dirinya cantik (padahal dia cowo tomboy) yang akan hendak turun, (entah disengaja atau tidak) masih sempat memamerkan belahan pantat yang memang terlihat seperti kulit jeruk berwarna coklat.
Bukan maksud memalingkan muka dari pemandangan yang demikian adanya, saya pun melirik kearah pacar saya sambil berkata “ah sia gelloooo waas ku halimpu na”. terlihat beberapa penumpang tersenyum malu malu melihat gelagat saya. Tak lama setelah cowo tomboy itu turun, seorang perempuan berkerudung yang mirip Astri ivo meminta supir angkot untuk menepi. “Mang kiri mang”. Mendengar titah itu, Pak supir pun memperlambat dan menepikan mobilnya ke pinggir jalan. Lalu,perempuan itu pun beranjak dari tempat duduknya dan turun. Saya tidak memperhatikan apa yang sedang terjadi, hanya saja rasa-rasanya telinga saya (mungkin penumpang lainnya juga) mendengar dengan jelas perbincangan sekejap itu. “Loh Pak? Kok ngga ada kembaliannya?”. “Emang darimana kitu neng?”  balas Pak supir sambil memeriksa kembali uang pemberian  Astri ivo kw super itu. “Dari tadi Pak, eh maksudnya dari be i pe Pak”. Saya, pacar saya dan beberapa penumpang hanya bisa tertawa kecil mendengar percakapan itu.
Tak cukup sampai disitu, setelah kami tertawa kecil, saya dengan tanpa sengaja membaca isi dari sebuah pesan singkat penumpang disebelah kanan saya. Kalau tidak salah isi pesan singkatnya “iya yang, bntr lg aku k sana. aa syng ayang” . Pesan singkat itu setelah diketik lalu di kirim kepada seorang penerima yang bernama yayang titi. Pesan yang singkat, sesingkat perjalanan saya dari perempatan B.I.P menuju perempatan sate anggrek.
18 juli 2011, manakala asap sate anggrek [lagi-lagi] mengganggu kenyamanan mata saya

Thursday, July 14, 2011

sate anggrek grek


Kendati pun yang semua terjadi bisa terulang lagi dan saya diberi kesempatan dua kali, itu bukan berarti saya akan mampir ditempat itu.
Awalnya, setelah selesai shoting saya dan beberapa teman hendak mencari makan. Rasa yang lelah mungkin bisa terobati dengan makan makanan yang enak pikir saya. Seorang kawan yang biasa di paggil nanda (bukan nama samarannya) memberi ide untuk makan sate. Pun dengan teman saya yang bernama dimas nur mengamini itu.
Singkat kata, saya dan teman-teman saya segera menuju tempat makan itu yang kebetulan searah dengan tempat saya bekerja.
Ya, sate anggrek. Mungkin sate ini cukup termasyur di kalangan penjelajah wisata kuliner di Bandung. Kamera, tripod, lampu dan beberapa alat shoting lainnya saya letakkan di bawah meja. Pada saat itu, kami berempat merasa lapar memang, maklum hari itu hari yang melelahkan sekaligus melelehkan karena matahari dan tempat pembakaran sate terasa panas saya rasakan.
Setelah duduk santai, saya pun hendak memesan sejumlah makanan. “Mba, saya pesan sate kambing dua puluh dan sapi dua puluh” pesan saya kepada pemilik kedai itu. “Makan disini mas? Yaudah duduk aja dulu, nanti ada pelayan yang menghampiri kalian” jawab perempuan itu dengan judes. Tak lama setelah itu, sorang pelayan datang menghampiri kami “Makan disini mas? Pesan apa? [lagi-lagi nadanya kurang enak didengar].
            Entahlah, rasa tersinggung saya sedikit hilang setelah saya melihat raut muka teman saya. Tanpa ambil pusing, saya segera mengambil kamera dan mengambil beberapa foto kedai sate itu.




            Makanan sudah dalam perut dan mungkin besok pagi akan bersatu kembali dengan bumi. Tak lama setelah kami makan, kami membayarnya dan segera pergi menjauhi kedai itu. Diperjalanan saya sempat berfikir “setau saya, seorang pedagang yang baik dia seharusnya bisa melayani tamunya dengan baik pula. Tapi apa yang saya alami hari ini, tidak demikian” mungkin dia sedang banyak masalah kali, fikir saya.
            Namun, seperti yang saya ungkapkan di awal, kendatipun saya diberi kesempatan dua kali, rasa-rasanya saya lebih memilih kedai sate yang jauh lebih ramah dan tentunya lebih enak dari kedai sate yang bertempat diperempatan jalan riau dan anggrek itu. Itu tu kedai sate yang asapnya mengganggu para pengguna jalan.

Monday, July 11, 2011

a litle things about an art

x: how art you today?
y: good, i feel the artventure in my artmosphere.
x: are you put some an artsip in your brain?
y: no! just imajine mozzart

Tanah Abang?


Siang itu cuaca Jakarta panas. Panas sekali. Terlihat beberapa orang yang sedang menunggu mikrolet sambil mengipas-ngipaskan koran, map dan tangan kearah muka mereka. Cuaca yang panas itu menyebabkan fatamorgana yang menyilaukan mata. Pun dengan gadis yang mengenakan rok mini itu. Sekedar untuk melepas dahaga, saya pun beranjak dari tempat pemberhentian kendaraan umum lalu membeli sebotol air mineral.
Di waktu bersamaan  seorang pemuda menghampiri bapak yang sedang duduk menunggu mikrolet sambil mengipas-ngipaskan koran. "Maaf bang, saya orang baru di Jakarta, baru datang dari Sodong Tasikmalaya. Apakah ini Tanah Abang?" Tanya pemuda itu sambil tersenyum dan sedikit membungkukkan badannya.
"Oh bukan. Ini bukan tanah aku, sumpah! Aku juga baru datang dari Medan, jadi aku juga tidak tahu tanah siapa ini.”  Mendengar percakapan itu saya kemudian menghela nafas panjang dan sedikit lupa akan panasnya cuaca hari itu.  -_-#
(ilustrasi nemu di om google)

Saturday, July 2, 2011

sajadah dan haram jadah

"malam ini aku merindukan ibu guru,
teman sebangku 
dan riuh suasana kelas ketika aku bertanya 
"bu, jadi kita itu keturunan monyet atau nabi adam"
selamat malam semuanya, selamat istirahat.
itulah status facebook saya malam ini. awalnya itu hanya iseng belaka. bermulai dari saya yang sering membaca newsfeed teman-teman saya. yang kebanyakan aktivitasnya adalah berjualan.dimulai dari jualan sajadah sampai jualan barang haram jadah.

Friday, July 1, 2011

peri bahasa

"ulah munjung ka gunung
ulah muja ka sagara
punjung mah ka indung
puja mah ka bapa"